Anda mungkin bisa dengan gampang mengidentifikasi bentuk tubuh wanita: pir atau apel. Namun, tahukah Anda apa yang memicu perbedaan lekuk tubuh setiap wanita?
Seperti dikutip dari laman Daily Mail, sejumlah ilmuwan berhasil mengidentifikasi protein yang memengaruhi lekuk tubuh wanita. Protein ini berperan dalam proses penyimpanan lemak, apakah di perut atau di pinggul.
Protein yang mendorong akumulasi lemak di sekitar perut akan memengaruhi pembentukan tubuh menyerupai buah apel. Sementara protein yang memicu akumulasi lemak di area pinggul, bokong, dan paha, akan memengaruhi pembentukan tubuh menyerupai buah pir.
Kadar protein yang disebut 11BetaHSD1 akan lebih tinggi pada wanita bertubuh apel, yang memiliki timbunan lemak di area perut. Sementara pada pemilik tubuh pir, yang memiliki timbunan lemak lebih banyak di area pinggul dan bokong, kadar protein lebih sedikit.
Sejumlah pakar mengatakan bahwa pemilik tubuh apel lebih berisiko terhadap sejumlah penyakit dibandingkan tubuh pir. Sebab, timbunan lemak di sekitar perut merupakan zat metabolik aktif yang dapat melepas senyawa peningkat risiko serangan jantung. Kondisi ini berhubungan dengan tekanan darah dan gula darah.
Sementara lemak yang terakumulasi di area pinggul dan bokong lebih mudah bertransformasi menjadi energi cadangan tubuh.
Studi Universitas Edinburgh University kemudian meneliti karakteristik protein pembeda lekuk tubuh itu untuk mengembangkan metode pengobatan bagi penderita obesitas. Jika berhasil, ini menuai harapan untuk menekan risiko penyakit akibat obesitas, seperti jantung, stroke, dan diabetes.
Studi dilakukan dengan melihat efek protein pada tikus yang menjalani diet lemak secara ketat selama empat minggu. Hasilnya, mereka yang memiliki kandungan protein 11BetaHSD1 cenderung memiliki jaringan lemak tak sehat, dibandingkan tikus yang tak memiliki kandungan protein itu.
Temuan itu membuat para peneliti semakin bersemangat menciptakan obat-obatan yang dapat menghambat produksi protein pemicu obesitas ini. Penelitian yang diterbitkan dalam Jurnal Diabetes ini didanai Wellcome Trust dan British Heart Foundation.
Dr Nik Morton, dari Pusat Ilmu Jantung Universitas Edinburgh, menyatakan, studi ini memberi ide penelitian lanjutan dan memberi pelajaran penting mengapa lemak tertentu berbahaya bagi tubuh, sementara beberapa lemak cenderung bersahabat sebagai energi cadangan.
Selain lokasinya yang membelit sejumlah organ vital, lemak dengan kadar protein 11BetaHSD1 yang tinggi dianggap tidak sehat karena bisa menimbulkan reaksi berlebihan dalam sistem kekebalan tubuh. "Membatasi kehadiran protein ini juga bisa membantu memerangi diabetes," kata Morton.
Seperti dikutip dari laman Daily Mail, sejumlah ilmuwan berhasil mengidentifikasi protein yang memengaruhi lekuk tubuh wanita. Protein ini berperan dalam proses penyimpanan lemak, apakah di perut atau di pinggul.
Protein yang mendorong akumulasi lemak di sekitar perut akan memengaruhi pembentukan tubuh menyerupai buah apel. Sementara protein yang memicu akumulasi lemak di area pinggul, bokong, dan paha, akan memengaruhi pembentukan tubuh menyerupai buah pir.
Kadar protein yang disebut 11BetaHSD1 akan lebih tinggi pada wanita bertubuh apel, yang memiliki timbunan lemak di area perut. Sementara pada pemilik tubuh pir, yang memiliki timbunan lemak lebih banyak di area pinggul dan bokong, kadar protein lebih sedikit.
Sejumlah pakar mengatakan bahwa pemilik tubuh apel lebih berisiko terhadap sejumlah penyakit dibandingkan tubuh pir. Sebab, timbunan lemak di sekitar perut merupakan zat metabolik aktif yang dapat melepas senyawa peningkat risiko serangan jantung. Kondisi ini berhubungan dengan tekanan darah dan gula darah.
Sementara lemak yang terakumulasi di area pinggul dan bokong lebih mudah bertransformasi menjadi energi cadangan tubuh.
Studi Universitas Edinburgh University kemudian meneliti karakteristik protein pembeda lekuk tubuh itu untuk mengembangkan metode pengobatan bagi penderita obesitas. Jika berhasil, ini menuai harapan untuk menekan risiko penyakit akibat obesitas, seperti jantung, stroke, dan diabetes.
Studi dilakukan dengan melihat efek protein pada tikus yang menjalani diet lemak secara ketat selama empat minggu. Hasilnya, mereka yang memiliki kandungan protein 11BetaHSD1 cenderung memiliki jaringan lemak tak sehat, dibandingkan tikus yang tak memiliki kandungan protein itu.
Temuan itu membuat para peneliti semakin bersemangat menciptakan obat-obatan yang dapat menghambat produksi protein pemicu obesitas ini. Penelitian yang diterbitkan dalam Jurnal Diabetes ini didanai Wellcome Trust dan British Heart Foundation.
Dr Nik Morton, dari Pusat Ilmu Jantung Universitas Edinburgh, menyatakan, studi ini memberi ide penelitian lanjutan dan memberi pelajaran penting mengapa lemak tertentu berbahaya bagi tubuh, sementara beberapa lemak cenderung bersahabat sebagai energi cadangan.
Selain lokasinya yang membelit sejumlah organ vital, lemak dengan kadar protein 11BetaHSD1 yang tinggi dianggap tidak sehat karena bisa menimbulkan reaksi berlebihan dalam sistem kekebalan tubuh. "Membatasi kehadiran protein ini juga bisa membantu memerangi diabetes," kata Morton.