Suatu tempo, salah seorang Arab kaya pernah membeli sehelai pakaian dalam bekas pakai Petenis Russia Anna Kuornikova seharga 30 Ribu Dollar Amerika (sekitar 250 Juta Rupiah). Padahal, di tok-toko termahal sekali pun, harga baru jenis celana dalam tersebut tak sampai 15 Dollar Amerika.
Kasus di atas hanyalah satu dari sekian ribu kasus bagaimana orang-orang kaya Arab, kebanyakan dari kawasan Arab Teluk (Saudi Arabia, Kuwait, Oman, Bahrain, Emirat, dan Qatar), membelanjakan uangnya di mal-mal hingga mencapai angka jutaan Dollar Amerika (milyaran Rupiah!) dalam sehari.
Situs berita Timur Tengah terkemuka, Alarabiya, baru-baru ini menurunkan laporan khusus terkait fenomena bagaimana orang-orang kaya Arab tersebut membelanjakan milyaran rupiah di pusat-pusat perbelanjaan di London dalam waktu yang sangat singkat.
Abd El-Aziz El-Dousry, penulis laporan tersebut, menyatakan jika London adalah salah satu tempat favorit belanja juragan-juragan Arab tersebut, khususnya bagi kalangan perempuan Arab. Dalam satu tahun, para perempuan Arab tersebut biasa menghabiskan uang ratusan juta Dollar Amerika (ratusan milyar Rupiah) hanya untuk berbelanja. Gila!
Harrods Store, Harvey Nichols, dan Old Bond Street adalah tempat-tempat belanja favorit bagi Arab-Arab kaya itu. Biasanya, mereka datang ke London pada liburan musim panas.
Para sopir Limosin di London dipercaya sebagai sumber cerita tentang kehidupan glamour para juragan Arab tersebut. Para sopir Limosin senantiasa mengantar para majikannya ke mana saja yang mereka kehendaki.
Ali Jamal, sopir Limosin asal Lebanon yang bekerja di salah satu perusahaan jasa Limosin di London mengatakan, selama hampir dua belas tahun ia bekerja sebagai sopir Limosin yang mengantarkan orang-orang berduit dari berbagai dunia keliling dan berbelanja di London.
Namun, kata Jamal, ia sangat heran dengan tingkah polah orang-orang berduit asal Arab. Diceritakannya, pada suatu hari ia pernah menemani sekeluarga asal Arab. Pada pagi hari ia mengantarkan keluarga tersebut ke Harrods Store. Mereka keluar dari pusat belanja paling bergengsi di London itu saat tengah hari untuk makan siang. Sore harinya, mereka kembali masuk ke Harrods lagi dan baru keluar sekitar jam 9 malam.
"Dan hal ini berlangsung hampir terus menerus selama sebulan," cerita Jamal.
Ditambahkan Jamal, hobi gila belanja orang-orang Arab itu justru menjadikan mereka lebih banyak mengunjungi mal-mal dan pusat-pusat belanja di London. Mereka malah tidak mengunjungi tempat-tempat bersejarah dan simbol-simbol peradaban lainnya di kota itu.
"Di London, mereka belanja sebanyak-banyaknya. Hampir tak masuk akal. Yang mengejutkan lagi, saking banyaknya barang bawaan mereka, mereka pun bayar pajak cukai di bandara London senilai 73 Ribu Poundsterling (1 Poundsterling berkisar 13.500 Rupiah)," lanjut Jamal.
Ini berarti, tambahnya, selama sebulan di London mereka hampir menghabiskan lebih dari 1 juta Pounsterling hanya untuk belanja.
"Sebagai sopir, tentu saja saya kerap mendapat cipratan berkah. Ada beberapa keluarga kaya Arab yang memberikan saya tips sangat banyak, yang sebanding dengan gaji saya selama enam bulan."
Omar Ahmad, pekerja asal Irak yang mukim di London dan sering bekerja untuk keluarga kaya Arab telah terbiasa memegang uang jutaan Poundsterling yang dipasrahkan keluarga-keluarga kaya itu kepadanya untuk belanja kebutuhan harian.
"Mal-mal dan pusat-pusat belanja di London bisa eksis sebab kedatangan orang-orang kaya Arab itu. Bayangkan, di Harrods Store saja, uang dari mereka mengalir ke sana lebih dari 1 milyar Pounsterling," kata Ahmad.
Diceritakan Ahmad, ia pernah menemani seorang pejabat Arab memasuki Harrods Store. Di sana, ia membeli banyak hadiah seharga 6 juta Ponsterling. Ia juga tidak pusing memikirkan biaya pajak cukai ketika ia akan meninggalkan bandara London nanti.
Pernah pula, lanjut Ahmad bercerita, seorang Arab kaya lainnya membeli sebuah jam tangan dengan harga 5 juta Poundsterling. Jam tersebut adalah satu-satunya produk yang dibuat oleh pabrik pembuatnya.
Tidak bisa dipastikan dari negara mana orang-orang Arab tersebut. Mereka dari negara Arab yang berbeda-beda. Kebanyakan dari Arab Teluk. Namun demikian, kata Ahmad, orang-orang kaya dari Irak, Lebanon, Jordan, dan Maroko justru mengeluarkan uang belanja lebih banyak lagi dari orang-orang kaya asal Arab Teluk.
"Tapi media hanya fokus menyoroti orang-orang kaya Arab Teluk saja," lanjutnya
Kasus di atas hanyalah satu dari sekian ribu kasus bagaimana orang-orang kaya Arab, kebanyakan dari kawasan Arab Teluk (Saudi Arabia, Kuwait, Oman, Bahrain, Emirat, dan Qatar), membelanjakan uangnya di mal-mal hingga mencapai angka jutaan Dollar Amerika (milyaran Rupiah!) dalam sehari.
Situs berita Timur Tengah terkemuka, Alarabiya, baru-baru ini menurunkan laporan khusus terkait fenomena bagaimana orang-orang kaya Arab tersebut membelanjakan milyaran rupiah di pusat-pusat perbelanjaan di London dalam waktu yang sangat singkat.
Abd El-Aziz El-Dousry, penulis laporan tersebut, menyatakan jika London adalah salah satu tempat favorit belanja juragan-juragan Arab tersebut, khususnya bagi kalangan perempuan Arab. Dalam satu tahun, para perempuan Arab tersebut biasa menghabiskan uang ratusan juta Dollar Amerika (ratusan milyar Rupiah) hanya untuk berbelanja. Gila!
Harrods Store, Harvey Nichols, dan Old Bond Street adalah tempat-tempat belanja favorit bagi Arab-Arab kaya itu. Biasanya, mereka datang ke London pada liburan musim panas.
Para sopir Limosin di London dipercaya sebagai sumber cerita tentang kehidupan glamour para juragan Arab tersebut. Para sopir Limosin senantiasa mengantar para majikannya ke mana saja yang mereka kehendaki.
Ali Jamal, sopir Limosin asal Lebanon yang bekerja di salah satu perusahaan jasa Limosin di London mengatakan, selama hampir dua belas tahun ia bekerja sebagai sopir Limosin yang mengantarkan orang-orang berduit dari berbagai dunia keliling dan berbelanja di London.
Namun, kata Jamal, ia sangat heran dengan tingkah polah orang-orang berduit asal Arab. Diceritakannya, pada suatu hari ia pernah menemani sekeluarga asal Arab. Pada pagi hari ia mengantarkan keluarga tersebut ke Harrods Store. Mereka keluar dari pusat belanja paling bergengsi di London itu saat tengah hari untuk makan siang. Sore harinya, mereka kembali masuk ke Harrods lagi dan baru keluar sekitar jam 9 malam.
"Dan hal ini berlangsung hampir terus menerus selama sebulan," cerita Jamal.
Ditambahkan Jamal, hobi gila belanja orang-orang Arab itu justru menjadikan mereka lebih banyak mengunjungi mal-mal dan pusat-pusat belanja di London. Mereka malah tidak mengunjungi tempat-tempat bersejarah dan simbol-simbol peradaban lainnya di kota itu.
"Di London, mereka belanja sebanyak-banyaknya. Hampir tak masuk akal. Yang mengejutkan lagi, saking banyaknya barang bawaan mereka, mereka pun bayar pajak cukai di bandara London senilai 73 Ribu Poundsterling (1 Poundsterling berkisar 13.500 Rupiah)," lanjut Jamal.
Ini berarti, tambahnya, selama sebulan di London mereka hampir menghabiskan lebih dari 1 juta Pounsterling hanya untuk belanja.
"Sebagai sopir, tentu saja saya kerap mendapat cipratan berkah. Ada beberapa keluarga kaya Arab yang memberikan saya tips sangat banyak, yang sebanding dengan gaji saya selama enam bulan."
Omar Ahmad, pekerja asal Irak yang mukim di London dan sering bekerja untuk keluarga kaya Arab telah terbiasa memegang uang jutaan Poundsterling yang dipasrahkan keluarga-keluarga kaya itu kepadanya untuk belanja kebutuhan harian.
"Mal-mal dan pusat-pusat belanja di London bisa eksis sebab kedatangan orang-orang kaya Arab itu. Bayangkan, di Harrods Store saja, uang dari mereka mengalir ke sana lebih dari 1 milyar Pounsterling," kata Ahmad.
Diceritakan Ahmad, ia pernah menemani seorang pejabat Arab memasuki Harrods Store. Di sana, ia membeli banyak hadiah seharga 6 juta Ponsterling. Ia juga tidak pusing memikirkan biaya pajak cukai ketika ia akan meninggalkan bandara London nanti.
Pernah pula, lanjut Ahmad bercerita, seorang Arab kaya lainnya membeli sebuah jam tangan dengan harga 5 juta Poundsterling. Jam tersebut adalah satu-satunya produk yang dibuat oleh pabrik pembuatnya.
Tidak bisa dipastikan dari negara mana orang-orang Arab tersebut. Mereka dari negara Arab yang berbeda-beda. Kebanyakan dari Arab Teluk. Namun demikian, kata Ahmad, orang-orang kaya dari Irak, Lebanon, Jordan, dan Maroko justru mengeluarkan uang belanja lebih banyak lagi dari orang-orang kaya asal Arab Teluk.
"Tapi media hanya fokus menyoroti orang-orang kaya Arab Teluk saja," lanjutnya
kumpulberita.com