Dari kejauhan, lampu lalu-lintas di perempatan sudah menyala kuning. Jack segera menekan pedal gas kendaraannya.
Meski bimbang, Jack pun terus melaju.
Priii…it! seorang polisi memintanya berhenti, ia melihat siapa polisi itu. Ternyata polisi itu adalah Bob, temannya semasa SMA dulu. Dalam hati, Jack pun lega.
“Duh, sepertinya saya kena tilang nih? Saya memang agak buru-buru. Istri saya sedang menunggu di rumah, hari ini Ia ulang tahun, dan anak-anak sudah menyiapkan segala sesuatunya. Tentu aku tidak boleh terlambat, dong.”
“Saya mengerti. Tapi, sebenarnya kami sering memperhatikanmu melintasi lampu merah di persimpangan ini.”
Dengan ketus Jack akhirnya menyerahkan SIM lalu masuk ke dalam kendaraan dan menutup kaca jendelanya. Beberapa saat kemudian Bob mengetuk kaca jendela. Jack memandangi wajah Bob dengan penuh kecewa. Dibukanya kaca jendela itu sedikit, cukup untuk memasukkan surat tilang. Setelah memberikan surat tilang, Bob kembali ke posnya.
Jack mengambil surat tilang. Tapi, ternyata SIMnya dikembalikan bersama sebuah nota. Penasaran dengan nota itu, Jack buru-buru membuka dan membaca nota yg berisi tulisan tangan Bob.
“Halo Jack, Tahukah kamu Jack, aku dulu mempunyai seorang anak perempuan. Sayang, Ia sudah meninggal tertabrak pengemudi yang ngebut menerobos lampu merah. Pengemudi itu dihukum penjara selama 3 bulan. Begitu bebas ia bisa bertemu dan memeluk ketiga anaknya lagi. Sedangkan anak kami satu-satunya sudah tiada. Kami masih terus berusaha dan berharap agar Tuhan berkenan mengkaruniai seorang anak agar dapat kami peluk. Doakan agar permohonan kami terkabulkan.. Berhati2lah.. dari Bob.”
Jack terhenyak. Ia segera keluar dari kendaraan mencari Bob, namun Bob sudah meninggalkan posnya. Sepanjang jalan pulang ia mengemudi perlahan dengan hati galau sambil berharap kesalahannya dimaafkan.
Apa hikmah yang bisa diambil?