Ternyata lambang Garuda Indonesia Terinspirasi lambang dewa Mesir


Penindasan tidak hanya berupa fisik dengan menjadikan mereka budak tetapi juga berlanjut terhadap generasi mereka. Firaun dalam sejarah yang masyhur ia adalah Ramses II, juga memerintahkan untuk membunuh anak laki-laki Bani Israel dan para perempuannya dipermalukan. Dalam konteks modern, mempermalukan perempuan berarti dijadikan pelacur atau dijadikan obyek senonoh dalam bentuk tarian setengah telanjang atau dijadikan pelayan dengan pakaian setengah telanjang.

Itu semua dilakukan oleh Firaun tanpa ampun. Setelah lama menjadi budak, kira-kira hampir 400 tahun lamanya, Bani Israel pun akhirnya mendapatkan seorang penolong yang pernah menjadi anak angkat Firaun sendiri yaitu Musa. Nama Musa sendiri adalah dari bahasa Kopti tua, gabungan di antara dua kata, Mu dan Sa. Mu artinya air dan Sa artinya pohon. Jadi Musa berarti pohon air. Demikian yang penulis nukil dari tafsir Al Azhar milik ulama panutan penulis, Buya Hamka di juz ke-9.



Horus, salah satu Dewa Mesir. Kini dipakai menjadi simbol negara termasuk Indonesia


Beliau dinamai demikian sebab di waktu bayi beliau dilemparkan oleh ibunya ke sungai Nil dengan diletakkan di dalam sebuah peti kayu, lalu dipungut oleh puteri Firaun kemudian dipelihara yang oleh Allah menjadikan Musa the enemy of Firaun?s enemy. Singkat kata, setelah adu kekuatan antara sihir dan mukjizat Allah di hadapan seluruh rakyat Mesir, Firaun semakin gusar akan kehadiran Nabi Musa di Mesir dengan misinya : Pembebasan Bani israel. Kegusaran Firaun bukan hanya terletak pada tiada artinya kekuasaanya di mata Nabi Musa akan halnya ia sebagai Tuhannya bangsa Mesir, tetapi juga akan tiadanya Bani Israel di tanah Mesir.

Apalah artinya seorang raja diraja tanpa budak belian yang hina? Tidak ada seorang pun yang jadi raja jika tidak ada yang menjadi budak. Prinsip sederhana ini merupakan alasan Firaun untuk tidak melepaskan Bani Israel dari tanah Mesir. Bani Israel dihina tapi juga dibutuhkan. Bani Israel ditindas tapi juga berguna atas nama pembangunan. Sebuah kisah klasik hingga di zaman modern: suatu bangsa ditindas akan hak-haknya tapi dibutuhkan dalam perekonomian atas nama Negara. Kita dapat melihatnya sekarang maka kaum buruh dengan upah yang murah tapi tidak diperhatikan akan hak-haknya. Meski demikian, para buruh tersebut sangat dibutuhkan untuk menggerakkan roda perekonomian Negara. Menjadi budak di Negara sendiri? Boleh jadi demikian.


Artikel Yang Disukai :



Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...