Ada teori yang menyebutkan bahwa Borobudur dibangun di tengah danau. Terlepas dari kemegahan dan keindahan Borobudur, lengkap dengan relief yang penuh kisah dalam agama Budha, sejumlah misteri masih melingkupi candi ini.
Pada tahun 1814, atas jasa Gubernur Jenderal Britania Raya, Thomas Stamford Rafffles, candi yang selama berabad-abad terkubur di bawah gundukan tanah, menjadi serupa bukit penuh semak belukar dan ditumbuhi pohon, mulai jadi perhatian pemerintah kolonial.
Raffles juga lah yang pertama kali menuliskan nama "Borobudur" dalam bukunya, History of Java. Tak jelas asal mula nama itu. Letak Borobudur yang tak biasa, berada di atas bukit, dikelilingi dua pasang gunung kembar - Sindoro-Sumbing dan Merbabu-Merapi, sementara candi lain dibangun di tanah datar juga menjadi teka-teki yang belum terjawab.
Pada tahun 1931, seniman dan pakar arsitektur Hindu Buddha, W.O.J. Nieuwenkamp, mengajukan teori bahwa Daratan Kedu - lokasi Borobudur menurut legenda Jawa, dulunya adalah sebuah danau purba.
Borobudur dibangun melambangkan bunga teratai yang mengapung di atas permukaan danau. Ini sebuah hipotesa yang menjadi perdebatan hangat di kalangan para ilmuwan saat itu. Fakta geologi juga memberi dukungan pada pendapat itu.
“Di sekitar candi terdapat sumur yang airnya asin. Tapi yang sumurnya asin tidak di semua daerah, hanya di titik tertentu,” tutur Purnomo soal dugaan Borobudur dibangun di tengah danau purba.
Salah satu cara untuk mengungkap misteri danau purba itu dengan meneliti sungai-sungai yang berada di sekitar Borobudur, termasuk Sungai Progo dan Elo. Juga pada masyarakat yang tinggal di sekitar candi.