Mengenal Sejarah Prasasti Batutulis
Prasasti
Batutulis terletak di Jalan Batutulis, Kelurahan Batutulis, Kecamatan
Bogor Selatan, Kota Bogor. Kompleks Prasasti Batutulis memiliki luas 17 x
15 meter. Prasasti Batutulis dianggap terletak di situs ibu kota
Pajajaran dan masih in situ, yakni masih terletak di lokasi aslinya dan
menjadi nama desa lokasi situs ini. Batu Prasasti dan benda-benda lain
peninggalan Kerajaan Sunda terdapat dalam komplek ini. Pada batu ini
berukir kalimat-kalimat dalam bahasa dan aksara Sunda Kuno.
Prasasti
Batutulis memang merupakan bagian sejarah dari kota bogor. Terletak di
kelurahan Batutulis, Kecamatan Bogor Selatan, Kotamadya Bogor, dulunya
lokasi ini ribuan tahun yang lalu berada ditempat yang hening, sepi dan
berkabut. Bahkan bagi penduduk setempat dipercaya sebagai tempat sarang
harimau yang kemudian menumbuhkan khayalan adanya hubungan antara
kerajaan Pajajaran yang sirna dengan harimau. Scipio, seorang ekspedisi
Belanda yang ditugaskan untuk membuka daerah pedalaman jakarta,
melukiskan betapa hormat dan khidmatnya mereka (orang pribumi dalam
rombongan ekspedisi), menghadapi situs Batutulis sampai mereka berani
melarang Scipio yang merupakan pimpinannya menginjakkan kaki kedalamnya
karena ia bukan orang Islam, jelas sekali mereka menganggap tempat itu
"keramat", karena disitu, menurut mereka, terletak tahta atau singgasana
raja Pajajaran. Dengan keyakinan seperti itu, bila pada saat mereka
pertama kali menemukan tempat tersebut lalu melihat seekor atau beberapa
ekor harimau keluar dari dalamnya, mereka tidak akan menganggapnya
sebagai hewan biasa.
Menurut
catatan sejarah, prasasti itu dibangun tahun 1533 oleh Prabu
Surawisesa, sebagai peringatan terhadap ayahandanya, Prabu Siliwangi,
Raja Pajajaran. Prabu Siliwangi memerintah pada 1482 - 1521. Raja sakti
mandraguna itu dinobatkan dengan gelar Prabu Guru Dewata Prana, lalu
bergelar Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu
Dewata.
Di
kompleks itu terdapat 15 peninggalan berbentuk terasit, batu yang
terdapat di sepanjang Sungai Cisadane. Ada enam batu di dalam cungkup,
satu di luar teras cungkup, dua di serambi dan enam di halaman. Satu
batu bercap alas kaki, satu batu bercap lutut, dan satu batu besar lebar
yang berisi tulisan Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Konon Prasasti
Batutulis itu dibuat oleh Prabu Surawisesa sebagai bentuk penyesalanya
karena ia tidak mampu mempertahankan keutuhan wilayah Pakuan Pajajaran
yang dimanatkan padanya, akibat kalah perang dengan kerajaan Cirebon.
Perang
Pakuan-Pajajaran berlangsung selama 5 tahun. Cirebon yang didukung
kerajaan Demak berhasil mengalahkan kerajaan Pakuan setelah pasukan
meriam Demak datang membantu tepat pada saat pasukan Cirebon mulai
terdesak mundur. Laskar Galuh (Pakuan) tidak berdaya menghadapi "panah
besi yang besar, menyemburkan kukus ireng, bersuara seperti guntur dan
memuntahkan logam panas". Tombak dan anak panah mereka lumpuh karena
meriam sehingga jatuhlah Galuh diikuti dua tahun kemudian dengan
jatuhnya pula kerajaan Talaga, benteng terakhir kerajaan Galuh.
Seperti
namanya, Prasasti Batutulis Bogor ditulis pada sebuah batu Terasit,
jenis batu yang terdapat di sepanjang aliran Sungai Cisadane, Bogor.
Prasasti Batutulis Bogor ditulis dengan menggunakan huruf Sunda Kawi
(Pallawa) dan memakai bahasa Sanskerta.
Wangna pun ini sakakala, prebu ratu purane pun,
Semoga selamat, ini tanda peringatan Prabu Ratu almarhum
diwastu diya wingaran prebu guru dewataprana
Dinobatkan dia dengan nama Prabu Guru Dewataprana,
di wastu diya wingaran sri baduga maharaja ratu haji di pakwan pajajaran seri sang ratu dewata
dinobatkan (lagi) dia dengan nama Sri Baduga Maharaja Ratu Aji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata.
pun ya nu nyusuk na pakwan
Dialah yang membuat parit (pertahanan) Pakuan.
diva
anak rahyang dewa niskala sa(ng) sida mokta dimguna tiga i(n) cu
rahyang niskala-niskala wastu ka(n) cana sa(ng) sida mokta ka nusalarang
Dia
putera Rahiyang Dewa Niskala yang dipusarakan di Gunatiga, cucu
Rahiyang Niskala Wastu Kancana yang dipusarakan ke Nusa Larang.
ya
siya ni nyiyan sakakala gugunungan ngabalay nyiyan samida, nyiyan
sa(ng)h yang talaga rena mahawijaya, ya siya, o o i saka, panca pandawa
e(m) ban bumi
Dialah
yang membuat tanda peringatan berupa gunung-gunungan, membuat undakan
untuk hutan Samida, membuat Sahiyang Telaga Rena Mahawijaya (dibuat)
dalam (tahun) Saka “Panca Pandawa Mengemban Bumi”.
kebun raya bogor pintu 1 (saat ini)
Hutan
Samida yang disebut di dalam Prasasti Batutulis Bogor diduga berada di
tempat yang sekarang menjadi Kebun Raya Bogor. Sedangkan sangkala “Panca
Pandawa Mengemban Bumi” berarti 5541, jika dibalik adalah 1455 Saka
(1533 Masehi).
Prasasti Batutulis Bogor berdiri setinggi 151 cm, dengan lebar dasar 145 cm dan ketebalan antara 12-14 cm.
Di
depan batu Prasasti Batutulis yang besar, terdapat sebuah tengara Batu
Tapak berukuran kecil dengan lekukan dua telapak kaki seukuran orang
dewasa yang diduga milik Prabu Surawisesa, Raja ke-2 dari Kerajaan
Pakuan Pajajaran yang memerintah saat Prasasti Batutulis Bogor dibuat,
dan sebuah batu berukuran lebih kecil lagi dengan lekukan lutut di
atasanya.
Batu Tapak serta lekukan lutut dilihat dari jarak dekat.
Penelitian
terhadap tulisan pada Prasasti Batutulis Bogor mulai dilakukan sejak
tahun 1806 dengan pembuatan cetakan tangan untuk Universitas Leiden,
Belanda. Sedangkan upaya pembacaan prasasti pertama dilakukan oleh
Friederich pada tahun 1853.
Di
sebelah kiri Prasasti Batutulis Bogor, berdiri tegak sebuah lingga,
batu lonjong yang melambangkan kesuburan pria, setinggi Prasasti
Batutulis.
Sebuah tengara batu yang terletak agak terpisah di dalam ruangan, yang diduga digunakan sebagai tempat bersandar.
Dua
buah batu mirip nisan yang tertancap di atas sebuah gundukan mirip
kuburan, dan berada halaman sebelah kiri Prasasti Batutulis, adalah batu
yang diduga sebagai tempat menambatkan tali kekang kuda.
Bangunan yang digunakan sebagai tempat untuk menyimpan Prasasti Batutulis Bogor.
| Sumber |